Lulus Sarjana Farmasi, lanjut Apoteker atau S2?
8/20/2019
Mungkin tidak sedikit anak farmasi yang masih bingung setelah lulus, mau
melanjutkan ke profesi apoteker atau lebih memilih ke jenjang pendidikan
Strata-2 atau S2. Atau ada juga yang bingung, pengen lanjut tapi terkendala
ini-itu, biaya, waktu, pengen nikah dan punya anak, pengen kerja, dan
sebagainya. Sebenarnya setiap orang bebas ingin memilih pilihan apapun, bahkan
memilih untuk tidak memilih dari sekian pilihan di atas pun tidak masalah. Yang
penting kita tahu hidup kita mau diarahkan ke mana. Setelah tahu, kita tinggal
memilih jalan yang paling relevan yang bisa kita tempuh.
Gue sendiri waktu masih S1 sudah
mikirin ini sih, jadi pas lulus udah gak bingung lagi mau melangkah ke mana?
(Ini ditulisnya gak pake mode sombong kok, hahaha).
Saat ini bidang kefarmasian memang dibedakan menjadi dua, yaitu bidang
profesi yang terdiri dari apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang lebih
cenderung ke arah klinis dan industri farmasi. Lalu bidang lainnya adalah
bidang keilmuan yang lebih mengarah ke arah sains. Menurut Undang-Undang No. 36
Tahun 2009 tetang Kesehatan, Apoteker adalah seseorang yang telah melewati
tahap pendidikan, kerja praktik dan telah disumpah untuk menjalankan tugas
kefarmasian. Sedikit berbeda dengan TTK atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang termasuk
di dalamnya adalah lulusan SMK, D3, dan S1 farmasi. Sedangkan untuk bidang
keilmuan sains tidak mesti harus lulusan apoteker, ada bidang-bidang yang tidak
mensyaratkan gelar profesi apoteker, dosen misalnya.
Sebagian besar institusi pendidikan farmasi di Indonesia memang lebih mengedepankan
pemenuhan pasar akan apoteker, karena itulah profesi yang diharapkan memberikan
perbedaan dengan bidang keilmuan-keilmuan yang lain. Lalu bagaimana dengan yang
hanya lulusan SMK, D3, dan bahkan S1? Secara kasarnya, mereka semua dianggap
sama. Sederajat dalam hal pemenuhan lapangan kerja. Padahal jelas sekolah
ketiganya berbeda, begitu pula masa yang ditempuh dan biaya yang harus dikeluarkan,
tapi ujung-ujungnya mereka disamaratakan. Oke, pembahasannya sudah terlalu jauh
dari topik awal, kita back to the laptop.
So, lanjut apoteker atau S2 nih?
Kita simak dulu aja kelebihan dan
kekurangannya masing-masing (versi gue ya)!
Kelebihan dan Kekurangan Memilih
Apoteker
- Tergabung dalam Asosiasi Profesi
Keuntungan tergabung dalam asosiasi profesi adalah
adanya perlindungan hukum terhadap profesi yang kita emban. Tapi tetap
dibarengi dengan tanggungjawab yang juga besar. Selain itu, bergabung dengan
asosiasi profesi biasanya lebih diprioritaskan karena mereka dianggap punya
skill khusus yang tidak dimiliki oleh bidang lain. Dengan kata lain, profesi mereka
tidak tergantikan di masyarakat. Why?
karena mereka punya ilmu yang tidak dipelajari oleh bidang dan profesi lain.
- Banyak instansi yang mensyaratkan Apoteker
Jika akan memilih jalur Farmasi Klinis pada jenjang
S-2, apoteker adalah syarat. Dari informasi yang saya ketahui sebagian besar
universitas atau instansi semacamnya, mensyaratkan apoteker jika akan mengambil
S-2 Farmasi Klinik. Why? Karena
ilmu-ilmunya berkaitan. So, akan kesulitan jika kita tidak punya latar belakang
klinis atau apoteker. I felt it,
hahahaha.
- Biaya Mahal
Biaya Kuliah apoteker di kampus manapun pasti mahal, kemungkinan karena adanya
tugas-tugas praktik dengan instansi-instansi seperti industri, rumah sakit,
apotek, dsb., sehingga butuh biaya untuk kerjasama agar mahasiswa bisa magang
atau kerja praktik di sana. Selain itu, karena durasi sekolahnya yang singkat, hanya
sekitar satu tahun, hanya sebagian kecil kampus yang menyediakan beasiswa. So,
emang butuh persiapan dana yang besar untuk kuliah apoteker
Kelebihan dan Kekurangan Memilih S-2
- Jika ingin fokus menjadi dosen, ini syarat utamanya
Karena semua bidang keilmuan punya kesempatan yang
sama untuk menjadi dosen, maka dibuatlah sistem yang bisa menyamaratakan semua
bidang, yaitu Pendidikan minimal Strata-2. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga
sebagian besar di dunia mensyaratkan hal yang sama. Memang, tidak semua yang
melanjutkan S-2 akan memilih berkarir menjadi dosen, bisa juga menajdi peneliti,
tapi semua dosen harus memenuhi syarat ini. Itulah sistem.
- Tidak semua bidang kefarmasian butuh ilmu apoteker
Misal bidang kimia bahan alam atau farmakokimia,
bidang ini tidak terlalu bersentuhan langsung dengan bidang klinik. So, menurut pendapat saya adalah jika
memang tidak tertarik dengan hal-hal yang berbau klinik sebaiknya tidak usah
mengambil profesi apoteker.
- Bisa menghemat waktu dan biaya
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kuliah apoteker itu
tidak murah dan butuh tambahan belajar selama satu tahun. Kalua kita tidak
memilih menjadi apoteker, ya kita lebih bisa menghemat dari segi finansial dan
waktu.
- Banyak instansi yang mensyaratkan Apoteker
Selain alasan yang sudah dipaparkan di atas, alasan lainnya adalah ada
beberapa universitas yang mensyaratkan dosen + apoteker untuk bidang kuliah
farmasi apapun, termasuk bahan alam dan farmakokimia, walau tidak berhubungan
langsung dengan ilmu-ilmu apoteker. Alasannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
dosen-dosen farmasi di kampus tersebut. Dengan adanya dua keilmuan itu, para
dosen bisa ditempatkan dengan leluasa di bidang apapun.
Itu dia beberapa alasan yang bisa saya berikan, jika kalian punya alasan
lain, silahkan tuliskan di kolom komentar ya!
So, wahai Kalian lulusan S-1 Farmasi yang masih bingung abis wisuda mau
ngelanjutin ke apoteker atau jenjang master, atau memilih bekerja, atau memilih
menikah, atau bahkan memilih untuk tidak memilih dari pilihan-pilihan tersebut.
Pertimbangkanlah dengan sebaik mungkin. Semua ada baiknya masing-masing kok,
tinggal kitanya yang belajar untuk melihat dan mencari. Dan untuk kalian yang
merasa ingin menjalani keduanya tetapi belum mampu, tak mengapa, semua punya
masanya, gaes. So, santai tapi tetap on
track ya.
0 comments