Prevab Mentoko, Rumah Sang Kera Besar Asia

2/13/2016


Perjalanan tidak melulu tentang alam yang indah, ada hal lain yang bisa kita dapatkan seperti wawasan dan pengalaman baru bahkan sebuah perenungan yang panjang mungkin. Termasuk perjalanan saya di awal tahun 2013. Perjalanan yang tidak direncanakan, malah membawa saya merenungi lagi keadaan bumi ini.

Perjalanan yang seharusnya ke tempat wisata Labuan Cermin malah berbelok ke hutan belantara. Suatu tempat konservasi orangutan yang dikenal dengan Prevab Mentoko, tempat dimana kita bisa menyaksikan orangutan di habitat aslinya, di alam liar, hidup tanpa campur tangan manusia. Saya cukup berterima kasih kepada salah satu travelmate saya yang ngotot ingin ke sana setelah batalnya rencana ke Labuan Cermin.

Cukup memakan waktu yang lama memang ke sana, mengingat kami baru pertama kali ke Kalimantan Timur dan tidak banyak orang yang tahu tentang tempat itu, bahkan supir mobil yang kami tumpangi pun tidak tahu. Setelah bertanya kesana-kemari dan berhasil menemukan tempat tersebut, pak supir menurunkan kami di depan sebuah warung yang berada di dekat papan petunjuk arah tempat konservasi. Tak lupa sang penjaga warung menyarankan kami untuk membeli makanan, karena di tempat konservasi kita tidak akan menemukan indomaret ataupun alfamidi.

Untuk sampai ke tempat konservasi, kita harus menyebrang dan menyusuri sungai hampir setengah jam. Jangan berharap akan ada speedboat atau perahu besar seperti yang ditemukan di Balikpapan, yang ada hanya perahu katinting, sebuah perahu kecil yang hanya muat untuk 6 orang. Dan yang paling membuat saya tidak tenang adalah adanya peringatan untuk berhati-hati tentang keberadaan buaya dan binatang liar lainnya. Sepanjang perjalanan menyusuri sungai, saya hanya bisa berdoa agar tidak bertemu buaya dan perahu katinting ini tidak tenggelam. Walau diliputi perasaan takut, keindahan langit sore, suara enggang dan burung-burung lain yang kembali kesarangnya, membuat saya lebih rileks walau tidak menghilangkan ketakutan itu sepenuhnya.


* * *

Usai menunaikan shalat subuh, saya mendengar suara grasak-grusuk dari arah luar, kontan saja saya berlari keluar dan mendapati seekor orangutan jantan dengan wajah pipih sedang mematahkan ranting-ranting pohon dan berusaha menggapai buah-buah berwarna oranye. Kata Bapak pengurus Prevab, tidak biasanya orangutan muncul sepagi ini. Kami cukup beruntung, katanya lagi. Kera besar itu memanjat satu persatu pohon demi mendapatkan makanan. Saat mencapai pohon yang lumayan tinggi, Ia mematahkan ranting-ranting untuk dibuat sarang. Saya yang terlalu takjub hanya bisa diam dan menatapnya lekat. Ini kali pertama saya melihat orangutan liar dalam jarak yang sedekat ini. Terus kuamati primata berbulu coklat-oranye itu hingga ia menghilang di kejauhan. Tak berapa lama berselang, terdengar lagi suara orangutan, tapi tak saya temukan keberadaannya di sekitar penginapan.

Saat akan memulai perjalanan ke dalam hutan, kami ditemani oleh seorang calon ranger. Ranger sendiri adalah sebutan untuk orang-orang yang menjaga dan sebagai tour guide kita saat memasuki kawasan hutan konservasi. Calon ranger ini adalah anak dari Bapak pengurus Prevab yang sedang liburan kuliah. Dia sengaja datang ke sana untuk belajar menjadi ranger untuk meneruskan jejak bapaknya. Walaupun dilengkapi dengan senjata, tapi tetap saja ada ketakutan yang terbersit, karena bukan ranger profesional yang mendampingi kami. Bagaimana kalau tiba-tiba ada binatang liar yang menyerang? Sungguh tak bisa kubayakngkan.

Sebelum berangkat, Bapak pengurus Prevab berkata, kalau kami beruntung, kami akan bertemu induk orangutan yang sedang menggendong anaknya. Tapi sayangnya, keberuntungan tadi pagi tidak berulang kembali. Tak ada satupun orangutan yang kami temukan. Kami hanya mendapati babi hutan yang sedang mengais-ngais rumput, beberapa satwa burung liar, tanaman-tanaman yang berumur puluhan bahkan ratusan tahun, dan hewan-hewan kecil yang entah berjenis apa.


* * *

Semakin sulitnya menemukan orangutan di bumi Kalimantan menandakan populasi orangutan yang semakin berkurang. Rusaknya hutan akibat kebakaran, pembalakan liar, dan perambahan untuk permukiman, perladangan, serta prasarana umum membuat berkurangnya tempat-tempat yang menjadi habitat orangutan. Ketika populasi hewan primata ini habis maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem yang merujuk pada kehancuran populasi dunia. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian lingkungan diperlukan kepedulian tidak hanya dari satu pihak saja, tapi dari semua pihak untuk menjaga habitat dan keberadaan satwa khas ini agar tidak terancam punah.

Oh ya, satu info yang saya peroleh bahwa induk orangutan tidak akan melepas anaknya ke alam liar ataupun beranak lagi sebelum anaknya mencapai umur 6 tahun. Mungkin ini juga menjadi salah satu penyebab rendahnya populasi hewan primata itu.



Sumber Foto: Pribadi dan punya Yani

You Might Also Like

1 comments

  1. Kentara memang kalau anak-anak backpacker. Ulasan yang keren, Uci 😍
    Jadi kapan ke labuan cermin? Hihih

    ReplyDelete